Asy-Syams ayat 7 dan 8: "Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya."

Mengulik di 1997 tentang kecerdasan buatan atau viral dengan akronim AI (Artificial Intelegent) membuktikan ampuhnya AI, satu buktinya adalah mesin Deep Blue yang dikeluarkan IBM untuk pertama kalinya dapat mengalahkan pemain catur kelas dunia, Garry Kasparov. Cerita berlanjut Artificial Intelligence RoBOt (AIBO) pada tahun 1999 berbentuk anjing mampu berinteraksi dengan dunia luar baik dengan pemiliknya, lingkungan sekitar, bahkan dengan AIBO lainnya. Dan tak kalah heboh, 2009 Google diam-diam merancang mobil tanpa pengemudi yang diumumkan ke publik di tahun 2014 setelah lolos dari Nevada’s self-driving test. Sederet bukti telah dirangkum untuk mendukung betapa AI sebagai teknologi menggelar bukti.

Bagaimana dunia pendidikan yang “berhadapan langsung” dengan  para siswa mempersipkan mereka untuk melek teknologi agar mampu berjalan seiring perkembangan zaman? Pembelajaran berupaya mengadopsi teknologi untuk diterapkan  sebagai media. Pembuatan komik digital dengan memanfaatkan teknolgi berbasis AI adalah cara untuk membelajarkan siswa untuk update IPTEK. Dengan demikian antara kurikulum madrasah dan perkembangan pembelajaran di dunia pendidikan bisa berjalan sejajar.

Jika kita mau menilik  dan menelisik terkait dengan perkembangan zaman (khususnya teknologi) akan kita temukan bahwasanya kecerdasan teknologi sebagai “produk kreativitas makhluk” tidak pernah bisa menandingi kecerdasan alami ciptaan Kholik. Apa buktinya?  Kelemahan AI ada pada data penggeraknya, jika data salah maka apa yang diinginkan dari teknologi tidak bisa terwujud.

Jadi tiba pada satu kesimpulan untuk tidak “alergi” dengan teknologi, manfaatkan teknologi untuk memfasilitasi kegiatan. Manusia sebagai subjek dan teknologi sebagai objek tidak akan berganti peran.

"Setahun yang dihabiskan dalam kecerdasan buatan cukup untuk membuat seseorang percaya kepada Tuhan."

Alan Perlis