Artikel

Sedekah dan Pengampunan Dosa

Kamis, 21 Maret 2024 13:49 WIB
  • Share this on:

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku,

Niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”,

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)

                                                                                                                                                       

PAIS Kemenag Kab. Blitar Berkarakter.  Walaupun sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda, namun terkadang secara peristilahan dalam Al-Qur’an, sedekah juga bermakna zakat sebagaimana tersebut dalam QS. At-Taubah ayat 60.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib ditunaikan oleh setiap muslim, setelah hartanya memenuhi batas minimal (nishab) dalam rentang waktu satu tahun (haul), sedang sedekah hukumnya sunnah, tidak mengenal nishab dan haul.

Zakat menjadi sah apabila diberikan kepada 8 asnaf (orang-orang yang berhak menerima zakat) sebagaimana tersebut dalam QS. At-Taubah ayat 60; Yaitu (Fakir, Miskin, Amil, Mualaf, Riqab, Gharim, Sabilillah dan Ibnu Sabiil), sedangkan sedekah bisa diberikan kepada siapa saja.

Dalam agama Islam sesungguhnya tidak dikenal istilah pemaksaan penunaian kewajiban, namun khusus tentang pelaksanaan zakat, Allah Swt. memerintahkan agar zakat diambil secara paksa (QS. At-Taubah: 103). Ayat ini diawali dengan kalimat perintah khud yang berarti ambillah, ditujukan kepada amil (petugas yang diangkat untuk mengumpulkan zakat dari muzakki (orang yang wajib membayar zakat). Ayat ini membedakan dengan ayat-ayat zakat lainnya, yang pada umumnya menjelaskan bahwa zakat sebagai karakter orang beriman (QS. Al-Baqarah : 43, QS. Al-Anfal : 3).

Orang-orang yang enggan membayar zakat pada masa Kholifah Abu Bakar As-Shidiq sampai diperangi karena dikatagorikan sebagai orang yang palsu-palsu dan tidak tulus dalam beragama (mendustakan agama), tidak punya kepedulian terhadap masalah-masalah sosial, tidak peduli dengan nasibnya anak yatim, dan tidak sungguh-sungguh dalam memperjuangkan nasibnya orang miskin, terutama dalam tindakan menolong untuk meringankan beban ekonomi kaum miskin (Al-Qur’an Surat Al-Ma’un ayat 1-3).  

Masalah ekonomi ini sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar (basic need) setiap diri manusia, yang dapat mempengaruhi aqidah sesorang. Orang yang secara ekonomi kurang beruntung yang menyebabkan dirinya tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya, dapat mengakibatkan melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan baik oleh norma agama maupun norma kesusilaan, bahkan dalam stadium tertentu, bisa menggadaikan akidah atau pindah agama (nyaris orang yang fakir itu menjadi kafir).

Karena itu, kewajiban  berbagi keceriahan dan kebahagiaan dengan kaum fakir-miskin, tidak hanya mempunyai deminsi ekonomis sebagai lambang solidaritas sosial dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dalam mewujudkan kesejahteraan saja, akan tetapi sekaligus mempunyai dimensi sacral transcendental dalam penyelamatan dan peneguhan aqidah.

Bila seorang muslim melakukan ibadah puasa Ramadan, akan tetapi enggan untuk membayar zakat, maka puasanya hampir sia-sia, karena fungsi zakat hampir sama dengan fungsi salam pada akhir sholat. Kalau dalam fiqih dikatakan tidak sah shalat kecuali dengan salam, maka demikian juga kira-kira dengan puasa tidak sempurna kecuali dengan membayar zakat fitrah, yaitu zakat setiap pribadi, biarpun orang itu baru lahir beberapa jam kemudian meninggal, tetapi lahirnya di bulan puasa, maka wajib membayar zakat fitrah.

Bulan Ramadan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai bulan berbagi (bersedekah), memberi makan orang yang berpuasa. Jika itu dilakukannya karena dasar mengikuti sunnah Nabi, maka ia tidak hanya mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut (HR. Tirmidzi No. 807, Ibnu Majah No. 1746), namun akan menjadikan dirinya dicintai Allah, dan dosanya diampuni (QS. Ali Imran : 31)

Dalam Al-Qur’an, kata zakat setidaknya disebut 26 kali bersama-sama dengan shalat, hal ini menunjukkan bahwa ibadah salat dilaksanakan idialnya dimanifestasikan ke dalam pembersiahan diri dan harta untuk membantu mereka yang secara ekonomi mengalami kekurangan.

Karena itu, Allah Swt. mengutuk kepada orang-orang yang melakukan amal ibadah shalat yang hanya dilakukan secara formalitas lahiriyah saja, yaitu yang shalatnya tidak punya efek dalam meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial, yang suka pamrih dan shalatnya untuk tujuan-tujuan lain selain menghadap Allah Swt.

Takbir pertama dalam shalat seharusnya dipenuhi penghayatan akan situasi diri yang sedang berhadapan dengan Allah Swt. baik aqwali (ucapan), maupun af’ali (tindakan), dan di akhiri dengan taslim, yang melambangkan dimensi horizontal, yaitu do’a dan harapan yang tulus kepada Allah Swt. Untuk kebahagiaan orang lain.

*Penulis adalah Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam (Kasi PAIS) pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Blitar.

 

Editor:
Axelda Martha
Penulis:
Drs. H. MOH. ROSYAD, M.Si.
Fotografer:
Drs.H. Moh. Rosyad, M.Si

Kalender

Oktober 2024
MIN SEN SEL RAB KAM JUM SAB

Gallery

  • Doa Lintas Agama dalam Peringatan HAB ke-77 Kementerian Agama, Wujud Kerukunan Umat untuk Indonesia Hebat
  • Gelar Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Kakankemenag Kab. Blitar: Teladani Nilai-nilai Warisan Ki Hajar Dewantara
  • - Pengukuhan Pengurus BKM Kabupaten Blitar Periode 2023-2027, Rabu (25/11/2023).
  • - Apel Korpri Kankemenag Kab. Blitar