Artikel

MISI NABI MUHAMMAD SAW., MEMANUSIAKAN MANUSIA

Senin, 30 Oktober 2023 10:21 WIB
  • Share this on:

Setiap memasuki bulan Rabiul Awwal, hampir seluruh umat Islam di seluruh dunia memperingati hari Maulid Nabi Muhammad saw. Peringatan ini merupakan ekspresi kegembiraan atau kebahagiaan umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad saw., yang kehadirannya di dunia ini membawa cahaya keimanan yang dapat menghantarkan umat manusia memperoleh jalan keselamatan dan kebahagiaan hidup yang hakiki, yaitu kebahagian hidup di dunia dan di kehidupan akhirat.

Innamaa bu’itstu li-utammima makaarimal akhlaaq. ”Sesungguhnya aku diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Ahmad, al-Hakim). Demikian Nabi saw. bersabda tentang tujuan diutusnya beliau di muka bumi ini. Yakni untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlaq manusia. Kenapa akhlaq manusia mesti disempurnakan? Dalam al-Qur’an diterangkan bahwa manusia diciptakan sebagai sebaik-baik makhluk. “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Lalu Kami kembalikan ia pada tempat yang serendah-rendahnya“ (QS. ath-Thin/ 95: 4-5). Ayat ini menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terbaik dan menjadi sebaik-baik makhluk (ahsani taqwiim). Namun demikian, meski manusia menduduki kedudukan sebaik-baik makhluk, ia bisa jatuh terpuruk dan berada pada tempat yang paling rendah, serendah-rendahnya (asfala saafiliin), bahkan lebih rendah dari kedudukan binatang. (QS. Al-A’raaf: 179, al-Furqaan: 44)

Menurut al-Ghazali, sebagaimana yang dikutib Tobroni (1994), manusia dalam kehidupannya berada pada dua tingkatan. Tingkat pertama adalah manusia sebagai basyar, dan tingkat ke dua adalah manusia sebagai insan. Manusia sebelum mencapai tingkat ahsani taqwiim berada pada tingkat basyar. Manusia pada tingkat basyar ini hanya sebagai makhluk biologis, tidak berbeda jauh dengan makhluk lain, dalam hal ini adalah binatang, yang dikaitkan dengan rutinitas makan, minum, pemenuhan kebutuhan seks dan kebutuhan-kebutuhan biologis lainnya (Ahmad Munir, 2010, h. 66-67). Yang dilakukan makhluk pada tingkat ini hanyalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat biologis dan kepuasan-kepuasan yang bersifat material dan bersifat lahiriyah semata, yang dalam hal ini diwakili oleh kebutuhan nafsu perut dan nafsu bawah perut (syahwat). Sehingga tak jauh berbeda dengan binatang yang mulai bangun tidur, mata terbuka, hingga tidur kembali, mata terpejam, yang dicari dan yang dilakukan hanyalah makan, minum, dan sesekali memenuhi nafsu syahwatnya. Dalam memperoleh makanan pun binatang tidak peduli bagaimana caranya dan dari mana makanan tersebut didapatkan, apakah dari wilayahnya ataukah dari wilayah orang lain. Bahkan binatang juga tidak peduli walau harus berebut makanan dengan temannya ataupun saudaranya, dan bahkan saling membunuh di antara mereka. Yang terpenting bagi binatang adalah terpenuhinya semua kebutuhan nafsu biologis mereka. Sebagaimana kebanyakan manusia, tidak jarang mereka akan menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan materialnya. Jadi, orientasi atau tujuan hidup manusia pada tingkat basyar ini tidak lebih hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hawa nafsu dan kepuasan-kepuasan yang bersifat lahiriah belaka, tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan binatang.

Selanjutnya manusia sebagai insan. Manusia pada tingkat insan ini sudah mulai menggunakan akal-budinya. Manusia pada tingkat ini lebih bersifat psikologis dan spritual (Ahmad Munir, 2010, h. 68). Dalam beraktivitas mereka sudah melibatkan hati, rasa, akal atau pikiran. Pada tingkat ini yang menjadi tujuan hidup bukan lagi sekedar mencari kepuasan yang bersifat jasmaniah, tetapi lebih pada kepuasan-kepuasan atau kebahagiaan yang bersifat batiniah, yang meliputi kepuasan-kepuasan hati, rasa, dan akal. Sebagai contoh, seseorang yang merasa bodoh, tak berilmu, lalu ia belajar dengan giat hingga mencapai sebuah prestasi tertentu, muncullah rasa kepuasan tersendiri. Seseorang melihat orang lain yang menderita dan sengsara, lalu hatinya tergerak untuk menolong hingga membuat orang yang menderita tersebut tersenyum. Dari situ muncullah rasa puas dalam hatinya. Kepuasan-kepuasan yang meliputi hati, rasa dan akal inilah yang lazim disebut dengan kebahagiaan (Tobroni dan Syamsul Arifin, 1994). Jadi, orientasi hidup manusia pada tingkat insan ini adalah lebih kepada mencari kebahagiaan yang bisa membuat hidupnya tenang dan tenteram.

Di sinilah peran Nabi Muhammad saw., dalam kehidupan manusia. Dengan wahyu dan petunjuk Allah, beliau menunjukkan pada manusia bagaimana cara memperoleh kebahagiaan tersebut. Dengan wahyu dari Allah, Nabi membimbing umat manusia menuju jalan-jalan untuk mencapai kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang ditawarkan Nabi bukan hanya sekedar kebahagiaan duniawi yang bersifat sementara, akan tetapi kebahagiaan hakiki yang mampu membawa manusia pada keselamatan di kehidupan dunia ini dan berkanjut pada kehidupan setelah kematian kelak. Karena memang kehidupan dunia ini hanya bersifat sementara, dan kehidupan setelah kematian itulah kehidupan yang sesungguhnya. ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS. Al-Ankabuut: 64, lihat pula QS. Al-Mukmin: 39) 

Di sini misi Nabi saw., sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabdanya, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dan mengangkat derajat manusia yang semula berada pada akhlak tingkat basyar, tingkat hewani, yang cenderung hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan kepuasan-kepuasan yang bersifat lahiriah semata, dan cenderung bersifat serakah, mementingkan kepentingan pribadi, tidak peduli dengan yang lain, untuk kemudian disempurnakan menjadi akhlak manusia pada tingkat insan, yaitu manusia yang mampu menggunakan akal-budinya sehingga ia menjadi manusia yang mengerti apa yang menjadi tujuan hidupnya, mengerti jati dirinya, mengerti apa yang harus dilakukannya sebagai manusia, yang mampu berperilaku sebagaimana seharusnya manusia berperilaku, yang peduli dengan sesama, yang tahu apa yang baik dan apa yang buruk, mengerti aturan-aturan dan norma-norma yang harus ditaati, dan manusia yang mampu menciptakan peradapan yang tinggi.

Dengan penuh kesabaran Nabi membimbing dan mengarahkan potensi yang ada pada diri manusia, yang semula cenderung pada pemuasan hawa nafsu hewani, untuk digiring menuju jalan kebahagiaan sejati, yaitu kebaikan dan kebajikan. Tugas Nabi bagi kehidupan manusia adalah mengoptimalikan potensi-potensi kebaikan yang ada dalam diri setiap insan, yaitu jalan fitrah yang telah ditunjukkan Allah melalui para Rasul-Nya, agar manusia menjadi makhluk sempurna. Dengan demikian peran Nabi dalam kehidupan manusia di dunia ini adalah untuk memanusiakan manusia agar ia menjadi insan yang ahsani taqwiim, sebaik-baik makhluk. Tanpa bimbingan dan arahan dari Nabi tentu manusia akan jatuh pada derajat basyar atau derajat hewani yang berada pada asfala saafiliin, tempat yang serendah-rendahnya, atau bahkan lebih rendah dan sesat dari binatang (QS. Al-A’raaf: 179).

Dan satu-satunya jalan untuk meraih derajat insan yang ahsani taqwiim hanyalah dengan mengikuti jejak kehidupan, bimbingan dan arahan Nabi saw., dan menjalankan perilaku nabawi sehingga manusia dalam kehidupannyamampumenjadi insan kamil, manusia yang sempurna, dan menjadi insan yang ihsan, yaitu manusia yang sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya atau menjadi manusia yang sebenar-benar manusia, demi meraih kebahagiaan hakiki, dunia dan akhirat. Wallaahu a’lam. (NR)

Bahan Bacaan:

  1. Al-Quran dan Terjemahannya
  2. Ahmad Munir, Harta dalam Perspektif Al-Quran: Wacana Etika Pencarian, Pemilikan, dan Pemanfaatan Harta, Ponorogo, Stain Ponorogo, 2010.
  3. Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan, Yogyakarta, Sipress, 1994.

Sumber gambar : https://www.viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1443683-kisah-nabi-muhammad

Editor:
Axelda Martha
Kontributor:
Nurul Umaya–Penyuluh Fungsional Kemenag Kab. Blitar
Penulis:
Nurul Umaya

Kalender

Oktober 2024
MIN SEN SEL RAB KAM JUM SAB

Gallery

  • Doa Lintas Agama dalam Peringatan HAB ke-77 Kementerian Agama, Wujud Kerukunan Umat untuk Indonesia Hebat
  • Gelar Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Kakankemenag Kab. Blitar: Teladani Nilai-nilai Warisan Ki Hajar Dewantara
  • - Pengukuhan Pengurus BKM Kabupaten Blitar Periode 2023-2027, Rabu (25/11/2023).
  • - Apel Korpri Kankemenag Kab. Blitar